Senin, 28 Mei 2018

AGRESIVITAS DALAM OLAHRAGA


BAB 1
PENDAHUUAN

A.    Latar belakang
Dewasa ini sering dijumpai suatu tindakan-tindakan yang kurang terpuji dari berbagai kalangan olahraga. Sering kali yang diberitakan adalah kerusuhan dalam pertandingansepakbola. Mulai dari pemain dengan pemain, pemain dengan wasit, pemain dengan superter. Hampir setiap ada penyelenggaraan pertandingan sepakbola, di situ pula terjadi kerusuhan. Kerusuhan dalam sepakbola adalah salah satu contoh yang menggambarkan tindak kekerasan dalam olahraga.
winberg dan Gould ( 2003: 512 ) mengartikan agresi adalah perilaku yang diarahkan menuju tujuan merugikan atau melukai orang lain. Perilaku agresi dalam bentuk fisik atau psikis. Agresi dapat dilihat baik dan juga dapat dilihat sebagai hal buruk . pemain-pemain agresif sangat diperlukan untuk menenangkan pertandingan, seperti sepakbola, tetatpi sifat dan sikap agresif apabila apabila terkendali dapat menjerumus pada tindakan-tindakan berbahaya, melukai lawan, melanggar peraturan, dan mengabaikan sportivitas. Oleh karena itu  agretivitas tidak di artikan sebagai bentuk serangan yang kejam, tetapi dikaitkan erat dengan ciri khas olahraga itu sendiri, seperti molahraga bela diri yang membutuhkan sikap agresif.
B.     Rumusan Masalah
1.      Pengertian agretivitas ?
2.      Teori Agresivitasi ?
3.      Perilaku Agresif Dalam Olahraga
4.       Pengendalian Agresivitas dalam Olahraga ?
5.      Upaya Pengendalian Agresivitas ?
6.      Menyelesaikan Konflik dan Perselisihan dengan Cara Tanpa Kekerasan ?
7.      Mengontrol Agresivitas Penonton?
C.     Tujuan makalah
1.      Untuk mengetahui Pengertian agretivitas
2.      Untuk mengetahui Teori Agresivitasi
3.      Untuk mengetahui Perilaku Agresif Dalam Olahraga
4.      Untuk mengetahui Pengendalian Agresivitas dalam Olahraga 
5.      Untuk mengetahui Upaya Pengendalian Agresivitas
6.     Untuk mengetahui Menyelesaikan Konflik dan Perselisihan dengan Cara Tanpa Kekerasan
7.      Untuk mengetahui Mengontrol Agresivitas Penonton

D.    Manfaat
Manfaat pembuatan makalah ini adalah sebagai bahan masukan bagi pelatih olahraga dan guru pendidikan jasmani agar bisa senantiasa memantapkan cara mereka dalam melakukan agretivitas pada atlet dan siswa.


  
BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN AGRETIVITAS
Agresifitas adalah istilah umum yang di kaitkan dengan adanya perasaan –perasaan marah atau permusuhan atau tindakan melukai orang lain baik dengan tindakan kekerasan secara fisik, verbal maupun menggunakan ekpresi wajah dan gerakan tubuh yang mengancam atau merendahkan. Tindakan agresif pada umumnya merupakan tindakan yang di sengaja oleh pelaku untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Ada 2 tujuan utama agresif yang saling bertentangan satu dengan yang lain, yakni untuk membela diri di satu pihak dan di pihak lain adalah untuk meraih keunggulan dengan cara membuat lawan tidak berdaya. 
Agresifitas yang wajar.  T idak setiap tindakan agresif merupakan perilaku yang bermasalah. Agresif mungkin muncul sebagai pelampiasan perasaan marah dan frustasi. Bila agresifitas muncul karena kondisi psikologis yang bersifat temporer dan dipahami berdasarkan konteks situasi yang dihadapi anak maka itu merupakan tindakan yang masih bisa diterima. Justru ketidakmampuan seorang anak untuk mengekspresika dorongan agresif pada situasi-situasi tertentu merupakan indikasi adanya permasalahan perkembangan pada dirinya. Mungkin itu merupakan akibat dari mekanisme hambatan yang berlebihan yang secara psikologis tidak terlalu sehat untuk perkembangan selanjutnya.  Agresifitas yang tidak wajar. Namun ada kecenderungan agresifitas yang bersifat menetap pada anak tertentu. Secara umum kecenderungan ini menandakan kepribadian yang agresif. Ini menandakan kepribadian yang agresif merupakan perkembangan kepribadian. Dampak negatif pada diri sendiri dan pada lingkungan cukup serius. 
Upaya untuk mendefinisikan agresif telah banyak dilakukan oleh para ahli. Sebagian dari definisi tersebut dapat dirangkumkna bahwa agresivitas adalah beberapa bentuk atau serangkaian perilaku yang bertujuan untuk membahayakan atau mencederai orang lain(Dolar, Miller, Do’ob, Mourer & Sears, 1939; Boron, 1991). Definisi agresif seperti itu sering digunakan interchangeably dengan istilah hostility pada satu sisi, padahal sebenarnya sangat berbeda dari segi maknawi dengan istilah asertif atau agresif sebagai tindakan yang sering muncul pada praktik olahraga disisi yang lain yang justru dibutuhkan untuk menampilkan keterampilan secara efektif dalam kompetisi olahraga.
R. H. Cox (1985) mengelompokkan tindakan agresif kedalam dua kategori. Pertama,Hostility Aggresion yaitu tindakan agresif yang disertai permusuhan dan dilakukan dengan perasaan marah serta bermaksut melukai orang lain atau lawan bertanding (Marcoen, 1999). Kedua, Instrumental Aggresion, yaitu perilaku agresif yang dijadikan sebagai alat untuk memenangkan pertandingan, tanpa bermaksut melukai orang lain atau kawan bertanding.

B.     Teori Agresivitasi
Rujukan teori yang dapat digunakan untuk memahami tentang agresivitas adalah Teori Naluri (Instinc Theory). Teori Agresif-Frustasi (Frustration-Aggresion Theory) dan Teori Belajar-Sosial (Social-Learning Theory).
1.      Teori Naluri (Instinc Theory). Teori ini berpijak dari tulisan Sigmund Freud dan Konrad Lorenz, menurut Freud (1950) Teori ini menyatakan tindakan agresif dipandang sebagai dorongan yang dibawa sejak lahir seperti halnya dorongan seksual dan rasa lapar.
2.      Teori Agresif-Frustasi (Frustration-Aggresion Theory) (Dolar, Miller, Do’ob, Mourer & Sears, 1939)  Teori ini menyatakan bahwa frustasi selalu menyebabkan tindakan agresif dan sebaliknya keagresifan selalu disebabkan oleh frustasi.
3.      Teori Belajar-Sosial (Social-Learning Theory) Teori yang digulirkan Bandura (1989)  ini berpandangan bahwa tindakan agresif adalah adalah sebuah respon atau perilaku yang dapat dipelajari, bukan karena adanya dorongan naluriah maupun frustasi. Selanjutnya Bandura (1989) menyebutkan bahwa tundakan agresif menunjukkan “circular effects” yang artinya bahwa tindakan agresif akan mendorong tindakan-tindakan agresif lainnya.
C.     Perilaku Agresif Dalam Olahraga
Permainan-permainan agresif sangat diperlukan untuk menenangkan pertandingan, seperti dalam sepak bola, tetapi sifat dan sikap agresif apabila tidak terkendali dapat menjurus pada tindakan-tindakan berbahaya, memulai lawan, melanggar peraturan, dan mengabaikan sportivitas.
Tipe kepribadian agresivitas terbagi menjadi 2, yakni agresivitas kurang terkontrol dan agresivitas selalu dikontrol dengan ketat. Tipe kepribadian yang agresivitasnya kurang control menunjukkan kurangnya larangan terhadap tingkah laku agresif dan cenderung frustasi dengan tindakan agresifnya. Individu yang agresivitasnya kurang control kemungkinan lebih besar melakukan tindakan criminal kekerasan karena tidak bimbang  melakukan kekerasan pada waktu marah. Sementara itu, tipe kepribadian agresivitas yang selalu terkontrol dengan ketat menunjukkan adanya control yang ekstrim kuat terhadap penguka[an agresivitas dalam berbagai kondisi
Biasanya, perilaku agresivitasnya dipengaruhi oleh besarnya halagan/rintangan yang dihadapi individu, kualitas frustasi, kepuasan seseorang terhadap cita-citanya, dan kondisi lingkungan masyarakat. Untuk itu, cara seseorang berperilaku agresif biasanya meniru apa yang dilakukan orang lain, dan vicarious process, yakni seolah-olah mengalami atau ikut terlibat didalamnya, misalnya, actor yang berperan sebaga orang jahat dikehidupan nyata dianggap jahat.
Tindakan agresif cenderung terjadi pada situasi yang tidak seimbang atau berlawanan. Tindakan agresif akan tertuju pada individu yang tidak disenangi atau berlawanan. Misalnya, orang atlet dimarahi oleh pelatihnya, atlet tersebut tidak berani melawan pelatihnya, tetapi atlet tersebut akan bertindak agresif dengan menyerang temannya atau lawannya.
Berdasarkan penjelasan tesebut, dapat disimpulkan bahwa pelatih membutuhkan atlet/pemain yang agresif untuk memenangkan suatu pertandingan, oleh karna itu, pelatih/Pembina wajib memanfaatkan sifat-sifat agresif dari atlet/pemainnya sehingga dapat tersalur dan terarah sesuai dengan aktivitasnya olahraga yang diikutinya.
D.    Pengendalian Agresivitas dalam Olahraga  
Sifat agresif yang dimiliki pemain yang juga memiliki kesetabilan emosional, disiplin, rasa tanggung jawab yang besar, tidak akan menjadi masalah dalam pengarahannya. Pelatih dapat menyiapkan atlet tersebut untuk bermain agresif dengan tidak perlu khawatir bahwa ia akan melukai lawan dan bertindak desttruktif dalam upaya untuk mencaoai tujuan atau memenangkan pertandingan. Dengan memberikan dorongan, pemberian stimulus yang positif dan sebagainya. Atlit akan bermain agresif tanpa mengalami frustasi.
Bertitik tolak dari “social-learning Theory”yaitu pemain akan meniru dan belajar dari pengalaman pemain lainnya maka pelatih harus menyiapkan pemain dengan petunjuk dan langkah praktis sebagai berikut :
1.      Anjuran untuk bermain agresif harus terarah, kapan da bagaimana cara yang tepat agar tidak menimbulkan hal-hal negative dan melukai lawan.
2.      Bermain agresif harus disertai peningkatan penguasaan diri agar dapat selalu mengontrol diri sendiri.
3.      Bermain agresif harus disertai disiplin dan rasa tanggung jawab, yaitu selalu mematuhi peraturan dan tunduk pada keputusan wasit serta dapat mempertanggungjawabkan tindakannya.
4.      Perlu adanya pemberian penghargaan bagi mereka yang bertindak agresif tetapi tidak melukai lawan, memelihara sportivitas dan sebaliknya berikan hukuman apabila berusaha melukai lawan atau tindakan tercela dan melanggar peraturan.
Dalam upaya mengendalikan tindakan kekerasan atau agresivitas yang menyimpang, dikemukakan Richard H. Cok sebagai berikut :
1.      Atlet-atlet mudah harus sudah diberi pengetahuan tentang contoh tingkah laku non agresif, penguasaan diri, dan penampilan yang benar.
2.      Atlet yang terlibat tindakan agresif harus dihukum. Harus disadarkan bahwa tindakan agresif dengan melukai lawan adalah tindakan yang tidak dibenarkan.
3.      Pelatih yang memberi kemungkinan para atlet terlibat dengan kekerasan harus ditelitih dan harus dipecat dari tugasnya sebagai pelatih.
4.      Pengaruh dari luar yang memungkinkan terjadinya tindakan agresif dengan kekerasan dilapangan pertandingan harus dihindari.
5.      Para pelatih dan wasit didorong dan dianjurkan untuk menghindari lokakarya- yang membahas tindakan agresif dn kekerasan.
6.      Disamping hukuman terhadap tindakan agresif dengan kekerasan atlet harus didorong secara positif meningkatkan kemampuan bertindak tenang menghadapi situasi-situasi emosional.
7.      Penguasaan emosi menghadapi tindakan agresif dengan kekerasan harus dilatih secara praktis antara lain melalui layihan mental

E.     Upaya Pengendalian Agresivitas
      Upaya-upaya untuk mengendalikan agresivitas antara lain:
(a)               teknik time out
(b)               memberikan pemahaman dan contoh perilaku nonagresif sebagai metode konstruktif untuk memecahkan masalah
(c)               menciptakan atau mendesain lingkungan belajar/latihanj yang kondusif, dan
(d)               memberikan latihan empat. Selain itu, ada pula upaya untuk mengendalikan tindakan kekerasan/agresivitas yang mnyimpang, antara lain:
1.      atlet-atlet mudah harus diberi pengetahuan tentang contoh tingkah laku nonagresif, peguasaan diri, dan penampilan yang benar.
2.      Atlet yang terlibat tindakan agresif harus dihukum, harus disadarkan bahwa tindakan agresif dengan melukai lawan adalah timdakan yang tidak benar.
3.      Pelatih yang member kemungkinan para atlet terlibat agresif dengan kekerasan harus diteliti dan harus dihentikan dari tugasnya sebagai pelatih,
4.      Pengaruh dari luar yang memungkinkan terjadinya tindakan agresif dengan kekerasan di lapangan pertandingan harus dihindarkan.
5.      Para pelatih dan wasit didorong atau dianjurkan untuk menghadiri lokakarya-lokakarya yang membahas tindakan agresif dan kekerasan.
6.      Disamping hukuman terhadap tindakan agresif dengan kekerasan, atlet harus didorong secara positif meningkatkan kemampuan bertindak tenang menghadapi situasi-situasi emosional.
7.      Penguasaan emosi mengahadapi tindakan agresif dengan kekarasan harus dilatih secara praktis melalui latihan mental.
F.      Menyelesaikan Konflik dan Perselisihan dengan Cara Tanpa Kekerasan
  Mengatasi konflik tanpa kekerasan adalah hal yang sangat penting untuk diajarakan kepada anak-anak. Perilaku olahraga harus tahu bagaimana menyelesaikan konflik dan perselisihan dengan cara tanpa kekerasan. Sementara itu, langkah-langkah sebagai berikut.
a.       Menyetujui untuk bertemu. Apakah yang bersangkutan setuju untuk bertemu dengan mediator (tapi tidak duduk di samping satu sama lain di pertemuan tersebut).
b.      Mencatat fakta. Setiap pihak yang bersengketa diberikan kesempatan untuk menceritakan tentang permasalahannya, para mediator mendengarkan,tetapi tidak memihak.
c.       Mengungkapkan perasaan, setiap pihak yang bersengketa mengungkapkan perasaannya tentang kejadian, dan mediator mengulangi apa yang dikatakan untuk memastikan kejelasan makna.
d.      Mempunyai tujuan untuk menyelesaikan. Konsekuensi diinginkan meyelesaikan konflik disajikan oleh masing-masing pihak yang bersengketa.
e.       Memiliki perubahan. Masing-masing pihak yang bersengketa dapat melakukan perubahan yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan konflik.
f.        Mengembangkan rencana aksi. Sebuah rencana tindakan dikembangkan dan masing-masing pihak yang bersengketa menujukkan komitmennya untuk rencana aksi dan menyelesaikan konflik secara kooperatif.
g.      Menindaklanjuti rencana tersebut. Pihak yang bersengketa akan ditanya oleh mediator apakah masalahnya masih ada.
G.    Mengontrol Agresivitas Penonton
   Pengendalian agresivitas tidak hanya dilakukan pada atlet saja tetapi dapat dilakukan pada penonton. Berikut adalah beberapa strategi umum untuk mengendalikan agresivitas penonton.
a.       Mengembangkan kebijakan pengendalian yang ketat tentang alcohol dan larangan minuman keras bagi penonton di dalam kompetensi olahraga.
b.      Memberikan hukuman bagi penonton yang bertindak agresif misalnya, segera mengusir penonton keluar, hentikan agresif secepat mungkin kemudian informasikan kepada penonton yang lain bahwa tidak akan memberikan toleransi kepada perilaku agresif dalam kompetensi.
c.       Mempekerjakan petugas keamanan, misalnya menghimpun untuk tidak akan mentolerir agresivitas penonton saat dilapangan.
d.      Mengimformasikan tidak ada toleransi pelati bagi pelatih yang agresif.
e.       Melakukan kerja sama dengan media dalam mensosialisaikan dan tidak membenarkan tindakan agresif.

BAB III
Simpulan  dan saran

Semua orang mengerti bahwa tindakan agresif, adalah tindakan yang tidak terpuji, maka orany yang memiliki keperibadian yang kuat tidak mudah untuk dipengaruhi untuk berbuat agresif. Mereka yang mengalami “emotional enstability“ atau ketidakstabilan emosi, karena perasaan marah dan perasaan negatif lainnya mudah dipengaruhi, dan mudah mendominasi perasaan yang lainnya. Individu yang memiliki emotional instability yang tidak mudah marah, mudah benci, mudah kecewa, mudah bingung, mudah kesal, dsb. Karena emosinya mudah terombang ambing, maka gejala emosional tersebut akan mengganggu fungsi jiwa yang lain. Sebagaimana diketahui bahwa jiwa kita merupakan kesatuan yang organis, dimana sumber kemampuan jiwa yang satu dapat mempengaruhi sumber kemampuan jiwa yang lain. Karena itu goncangan emosional akan mempengaruhi pertimbangan akal, sehingga individu tersebut akan bertindak tidak sesuai dengan akal sehat.
Individu yang menunjukkan gejala kematangan emosional atau “emotional maturity ” dapat meredam goncangan-goncangan emosional sehingga dapat tenang, dan dapat menjalankan fungsi akalnya dengan baik.Secara umum, individu yang memiliki kemarahan tinggi tiga kali lebih mungkin untuk mengembangkan angina atau serangan jantung dibandingkan orang yang memiliki kemarahan rendah, bahkan setelah pengaruh berisiko seperti faktor genetik, alkohol, berat badan, kolesterol, hipertensi dan merokok diperhitungkan pada rendah -kemarahan individu. Hal ini mencerminkan pengalaman banyak psikolog dan dokter yang menemukan korelasi langsung antara risiko kesehatan secara keseluruhan dan kemarahan intens. Secara umum, individu yang memiliki sikap bermusuhan berisiko tinggi menderita penyakit lain juga. Hal ini terjadi karena alasan seperti kesenangan untuk perilaku berisiko dan peningkatan aktivitas biologis ketika sangat marah dan mengalami dukungan sosial yang rendah.
Suasana kompetisi dan kelas pendidikan jasmani dan olahraga kerap kali menjadi media potensial yang mendorong perilaku terjadinya perilaku agresif. Perilaku ini dalam kadar yang sesuai sangat perlu dimiliki oleh para pemain untuk dapat memenangkan pertandaingan misalnya pertnadingan sepak bola, tinju dan lain-lain. Tetapi jika berlebihan dan tidak terkendali dapat menjurus pada tindakan-tindakan yang tidak diinginkan, berbahaya, mencederai lawan, melanggar peraturan, tidak fair play, bahkan dapat berakibat fatal. Tindakan agresif tidak sama peluangnya pada setiap cabang olahraga dan setiap atlet.
Beberapa rekomendasi untuk upaya mengendalikan agresifitas antara lain :
a)      Teknik time out.
b)      Memberikan pemahaman dan contoh perilaku non agresif sebagai metode konstruktif untuk memecahkan masalah.
c)      Menciptakan atau mendesain lingkungan belajar atau lingkungan latihan yang kondusif.
d)      Memberikan latihan empati.



  
Daftar Pustaka

Husdarta, (2010) Psikologi Olahraga,Bandung : Alfabeta
Cox H. Richard, (1985) Sport Psychology, Concepts and Aplication, Iowa: W.Mc. Brown,Publishers Dubuque
Mylsidayu Apta, (2014) Psikologi olahraga: Bumi aksara


2 komentar:

AGRESIVITAS DALAM OLAHRAGA

BAB 1 PENDAHUUAN A.     Latar belakang Dewasa ini sering dijumpai suatu tindakan-tindakan yang kurang terpuji dari berbagai kalang...