BAB 1
PENDAHUUAN
A.
Latar
belakang
Dewasa ini sering dijumpai suatu
tindakan-tindakan yang kurang terpuji dari berbagai kalangan olahraga. Sering
kali yang diberitakan adalah kerusuhan dalam
pertandingansepakbola. Mulai dari pemain dengan pemain, pemain dengan wasit,
pemain dengan superter. Hampir setiap ada penyelenggaraan pertandingan
sepakbola, di situ pula terjadi kerusuhan. Kerusuhan dalam sepakbola adalah
salah satu contoh yang menggambarkan tindak kekerasan dalam olahraga.
winberg dan Gould ( 2003: 512 )
mengartikan agresi adalah perilaku yang diarahkan menuju tujuan merugikan atau
melukai orang lain. Perilaku agresi dalam bentuk fisik atau psikis. Agresi
dapat dilihat baik dan juga dapat dilihat sebagai hal buruk . pemain-pemain
agresif sangat diperlukan untuk menenangkan pertandingan, seperti sepakbola,
tetatpi sifat dan sikap agresif apabila apabila terkendali dapat menjerumus
pada tindakan-tindakan berbahaya, melukai lawan, melanggar peraturan, dan
mengabaikan sportivitas. Oleh karena itu
agretivitas tidak di artikan sebagai bentuk serangan yang kejam, tetapi
dikaitkan erat dengan ciri khas olahraga itu sendiri, seperti molahraga bela
diri yang membutuhkan sikap agresif.
B. Rumusan Masalah
1.
Pengertian
agretivitas ?
2.
Teori Agresivitasi
?
3.
Perilaku Agresif Dalam
Olahraga
4.
Pengendalian
Agresivitas dalam Olahraga ?
5.
Upaya Pengendalian
Agresivitas ?
6.
Menyelesaikan Konflik dan
Perselisihan dengan Cara Tanpa Kekerasan ?
7.
Mengontrol Agresivitas
Penonton?
C.
Tujuan makalah
1.
Untuk mengetahui
Pengertian agretivitas
2.
Untuk mengetahui Teori Agresivitasi
3.
Untuk mengetahui Perilaku
Agresif Dalam Olahraga
4.
Untuk mengetahui Pengendalian Agresivitas dalam Olahraga
5.
Untuk mengetahui Upaya
Pengendalian Agresivitas
6. Untuk mengetahui Menyelesaikan
Konflik dan Perselisihan dengan Cara Tanpa Kekerasan
7.
Untuk mengetahui Mengontrol
Agresivitas Penonton
D.
Manfaat
Manfaat pembuatan makalah ini adalah sebagai bahan
masukan bagi pelatih olahraga dan guru pendidikan jasmani agar bisa senantiasa memantapkan
cara mereka dalam melakukan agretivitas pada atlet dan siswa.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN AGRETIVITAS
Agresifitas adalah
istilah umum yang di kaitkan dengan adanya perasaan –perasaan marah atau
permusuhan atau tindakan melukai orang lain baik dengan tindakan kekerasan
secara fisik, verbal maupun menggunakan ekpresi wajah dan gerakan tubuh yang
mengancam atau merendahkan. Tindakan agresif pada umumnya merupakan tindakan
yang di sengaja oleh pelaku untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Ada 2 tujuan
utama agresif yang saling bertentangan satu dengan yang lain, yakni untuk
membela diri di satu pihak dan di pihak lain adalah untuk meraih keunggulan
dengan cara membuat lawan tidak berdaya.
Agresifitas yang
wajar. T idak setiap tindakan
agresif merupakan perilaku yang bermasalah. Agresif mungkin muncul sebagai
pelampiasan perasaan marah dan frustasi. Bila agresifitas muncul karena kondisi
psikologis yang bersifat temporer dan dipahami berdasarkan konteks situasi yang
dihadapi anak maka itu merupakan tindakan yang masih bisa diterima. Justru
ketidakmampuan seorang anak untuk mengekspresika dorongan agresif pada situasi-situasi
tertentu merupakan indikasi adanya permasalahan perkembangan pada dirinya.
Mungkin itu merupakan akibat dari mekanisme hambatan yang berlebihan yang
secara psikologis tidak terlalu sehat untuk perkembangan
selanjutnya. Agresifitas yang tidak wajar. Namun ada
kecenderungan agresifitas yang bersifat menetap pada anak tertentu. Secara umum
kecenderungan ini menandakan kepribadian yang agresif. Ini menandakan
kepribadian yang agresif merupakan perkembangan kepribadian. Dampak negatif
pada diri sendiri dan pada lingkungan cukup serius.
Upaya untuk
mendefinisikan agresif telah banyak dilakukan oleh para ahli. Sebagian dari
definisi tersebut dapat dirangkumkna bahwa agresivitas adalah beberapa bentuk
atau serangkaian perilaku yang bertujuan untuk membahayakan atau mencederai
orang lain(Dolar, Miller, Do’ob, Mourer & Sears, 1939; Boron,
1991). Definisi agresif seperti itu sering digunakan interchangeably
dengan istilah hostility pada satu sisi, padahal sebenarnya sangat berbeda dari
segi maknawi dengan istilah asertif atau agresif sebagai tindakan yang sering
muncul pada praktik olahraga disisi yang lain yang justru dibutuhkan untuk
menampilkan keterampilan secara efektif dalam kompetisi olahraga.
R. H. Cox (1985)
mengelompokkan tindakan agresif kedalam dua kategori. Pertama,Hostility
Aggresion yaitu tindakan agresif yang disertai permusuhan dan dilakukan dengan
perasaan marah serta bermaksut melukai orang lain atau lawan bertanding
(Marcoen, 1999). Kedua, Instrumental Aggresion, yaitu perilaku
agresif yang dijadikan sebagai alat untuk memenangkan pertandingan, tanpa
bermaksut melukai orang lain atau kawan bertanding.
B.
Teori Agresivitasi
Rujukan teori yang dapat digunakan untuk
memahami tentang agresivitas adalah Teori Naluri (Instinc Theory). Teori Agresif-Frustasi
(Frustration-Aggresion Theory) dan Teori Belajar-Sosial (Social-Learning
Theory).
1.
Teori Naluri (Instinc
Theory). Teori ini berpijak dari tulisan Sigmund
Freud dan Konrad Lorenz, menurut Freud (1950) Teori ini menyatakan
tindakan agresif dipandang sebagai dorongan yang dibawa sejak lahir seperti
halnya dorongan seksual dan rasa lapar.
2.
Teori Agresif-Frustasi
(Frustration-Aggresion Theory) (Dolar, Miller,
Do’ob, Mourer & Sears, 1939) Teori ini menyatakan bahwa
frustasi selalu menyebabkan tindakan agresif dan sebaliknya keagresifan selalu
disebabkan oleh frustasi.
3.
Teori Belajar-Sosial
(Social-Learning Theory) Teori yang digulirkan
Bandura (1989) ini berpandangan bahwa tindakan agresif adalah adalah
sebuah respon atau perilaku yang dapat dipelajari, bukan karena adanya dorongan
naluriah maupun frustasi. Selanjutnya Bandura (1989) menyebutkan bahwa tundakan
agresif menunjukkan “circular effects” yang artinya bahwa
tindakan agresif akan mendorong tindakan-tindakan agresif lainnya.
C. Perilaku
Agresif Dalam Olahraga
Permainan-permainan agresif sangat
diperlukan untuk menenangkan pertandingan, seperti dalam sepak bola, tetapi
sifat dan sikap agresif apabila tidak terkendali dapat menjurus pada
tindakan-tindakan berbahaya, memulai lawan, melanggar peraturan, dan
mengabaikan sportivitas.
Tipe kepribadian agresivitas terbagi
menjadi 2, yakni agresivitas kurang terkontrol dan agresivitas selalu dikontrol
dengan ketat. Tipe kepribadian yang agresivitasnya kurang control menunjukkan
kurangnya larangan terhadap tingkah laku agresif dan cenderung frustasi dengan
tindakan agresifnya. Individu yang agresivitasnya kurang control kemungkinan
lebih besar melakukan tindakan criminal kekerasan karena tidak bimbang melakukan kekerasan pada waktu marah.
Sementara itu, tipe kepribadian agresivitas yang selalu terkontrol dengan ketat
menunjukkan adanya control yang ekstrim kuat terhadap penguka[an agresivitas
dalam berbagai kondisi
Biasanya, perilaku agresivitasnya
dipengaruhi oleh besarnya halagan/rintangan yang dihadapi individu, kualitas
frustasi, kepuasan seseorang terhadap cita-citanya, dan kondisi lingkungan
masyarakat. Untuk itu, cara seseorang berperilaku agresif biasanya meniru apa
yang dilakukan orang lain, dan vicarious process, yakni seolah-olah mengalami atau
ikut terlibat didalamnya, misalnya, actor yang berperan sebaga orang jahat
dikehidupan nyata dianggap jahat.
Tindakan agresif cenderung terjadi
pada situasi yang tidak seimbang atau berlawanan. Tindakan agresif akan tertuju
pada individu yang tidak disenangi atau berlawanan. Misalnya, orang atlet
dimarahi oleh pelatihnya, atlet tersebut tidak berani melawan pelatihnya,
tetapi atlet tersebut akan bertindak agresif dengan menyerang temannya atau
lawannya.
Berdasarkan penjelasan tesebut, dapat
disimpulkan bahwa pelatih membutuhkan atlet/pemain yang agresif untuk
memenangkan suatu pertandingan, oleh karna itu, pelatih/Pembina wajib
memanfaatkan sifat-sifat agresif dari atlet/pemainnya sehingga dapat tersalur
dan terarah sesuai dengan aktivitasnya olahraga yang diikutinya.
D.
Pengendalian
Agresivitas dalam Olahraga
Sifat agresif yang
dimiliki pemain yang juga memiliki kesetabilan emosional, disiplin, rasa
tanggung jawab yang besar, tidak akan menjadi masalah dalam pengarahannya.
Pelatih dapat menyiapkan atlet tersebut untuk bermain agresif dengan tidak
perlu khawatir bahwa ia akan melukai lawan dan bertindak desttruktif dalam
upaya untuk mencaoai tujuan atau memenangkan pertandingan. Dengan memberikan
dorongan, pemberian stimulus yang positif dan sebagainya. Atlit akan bermain
agresif tanpa mengalami frustasi.
Bertitik tolak
dari “social-learning Theory”yaitu pemain akan meniru dan belajar
dari pengalaman pemain lainnya maka pelatih harus menyiapkan pemain dengan
petunjuk dan langkah praktis sebagai berikut :
1. Anjuran untuk bermain agresif harus
terarah, kapan da bagaimana cara yang tepat agar tidak menimbulkan hal-hal
negative dan melukai lawan.
2. Bermain agresif harus disertai
peningkatan penguasaan diri agar dapat selalu mengontrol diri sendiri.
3. Bermain agresif harus disertai
disiplin dan rasa tanggung jawab, yaitu selalu mematuhi peraturan dan tunduk
pada keputusan wasit serta dapat mempertanggungjawabkan tindakannya.
4. Perlu adanya pemberian penghargaan
bagi mereka yang bertindak agresif tetapi tidak melukai lawan, memelihara
sportivitas dan sebaliknya berikan hukuman apabila berusaha melukai lawan atau
tindakan tercela dan melanggar peraturan.
Dalam upaya mengendalikan tindakan kekerasan atau agresivitas yang
menyimpang, dikemukakan Richard H. Cok sebagai berikut :
1. Atlet-atlet mudah harus sudah diberi
pengetahuan tentang contoh tingkah laku non agresif, penguasaan diri, dan
penampilan yang benar.
2. Atlet yang terlibat tindakan agresif
harus dihukum. Harus disadarkan bahwa tindakan agresif dengan melukai lawan
adalah tindakan yang tidak dibenarkan.
3. Pelatih yang memberi kemungkinan
para atlet terlibat dengan kekerasan harus ditelitih dan harus dipecat dari
tugasnya sebagai pelatih.
4. Pengaruh dari luar yang memungkinkan
terjadinya tindakan agresif dengan kekerasan dilapangan pertandingan harus
dihindari.
5. Para pelatih dan wasit didorong dan
dianjurkan untuk menghindari lokakarya- yang membahas tindakan agresif dn
kekerasan.
6. Disamping hukuman terhadap tindakan
agresif dengan kekerasan atlet harus didorong secara positif meningkatkan
kemampuan bertindak tenang menghadapi situasi-situasi emosional.
7. Penguasaan emosi menghadapi tindakan
agresif dengan kekerasan harus dilatih secara praktis antara lain melalui
layihan mental
E. Upaya
Pengendalian Agresivitas
Upaya-upaya untuk mengendalikan agresivitas antara lain:
(a)
teknik time out
(b)
memberikan pemahaman dan
contoh perilaku nonagresif sebagai metode konstruktif untuk memecahkan masalah
(c)
menciptakan atau
mendesain lingkungan belajar/latihanj yang kondusif, dan
(d)
memberikan latihan empat.
Selain itu, ada pula upaya untuk mengendalikan tindakan kekerasan/agresivitas
yang mnyimpang, antara lain:
1. atlet-atlet
mudah harus diberi pengetahuan tentang contoh tingkah laku nonagresif,
peguasaan diri, dan penampilan yang benar.
2. Atlet
yang terlibat tindakan agresif harus dihukum, harus disadarkan bahwa tindakan
agresif dengan melukai lawan adalah timdakan yang tidak benar.
3. Pelatih
yang member kemungkinan para atlet terlibat agresif dengan kekerasan harus
diteliti dan harus dihentikan dari tugasnya sebagai pelatih,
4. Pengaruh
dari luar yang memungkinkan terjadinya tindakan agresif dengan kekerasan di
lapangan pertandingan harus dihindarkan.
5. Para
pelatih dan wasit didorong atau dianjurkan untuk menghadiri lokakarya-lokakarya
yang membahas tindakan agresif dan kekerasan.
6. Disamping
hukuman terhadap tindakan agresif dengan kekerasan, atlet harus didorong secara
positif meningkatkan kemampuan bertindak tenang menghadapi situasi-situasi
emosional.
7. Penguasaan
emosi mengahadapi tindakan agresif dengan kekarasan harus dilatih secara
praktis melalui latihan mental.
F. Menyelesaikan
Konflik dan Perselisihan dengan Cara Tanpa Kekerasan
Mengatasi
konflik tanpa kekerasan adalah hal yang sangat penting untuk diajarakan kepada
anak-anak. Perilaku olahraga harus tahu bagaimana menyelesaikan konflik dan
perselisihan dengan cara tanpa kekerasan. Sementara itu, langkah-langkah
sebagai berikut.
a. Menyetujui
untuk bertemu. Apakah yang bersangkutan setuju untuk bertemu dengan mediator
(tapi tidak duduk di samping satu sama lain di pertemuan tersebut).
b. Mencatat
fakta. Setiap pihak yang bersengketa diberikan kesempatan untuk menceritakan
tentang permasalahannya, para mediator mendengarkan,tetapi tidak memihak.
c. Mengungkapkan
perasaan, setiap pihak yang bersengketa mengungkapkan perasaannya tentang
kejadian, dan mediator mengulangi apa yang dikatakan untuk memastikan kejelasan
makna.
d. Mempunyai
tujuan untuk menyelesaikan. Konsekuensi diinginkan meyelesaikan konflik
disajikan oleh masing-masing pihak yang bersengketa.
e. Memiliki
perubahan. Masing-masing pihak yang bersengketa dapat melakukan perubahan yang
bisa dilakukan untuk menyelesaikan konflik.
f.
Mengembangkan rencana
aksi. Sebuah rencana tindakan dikembangkan dan masing-masing pihak yang
bersengketa menujukkan komitmennya untuk rencana aksi dan menyelesaikan konflik
secara kooperatif.
g. Menindaklanjuti
rencana tersebut. Pihak yang bersengketa akan ditanya oleh mediator apakah
masalahnya masih ada.
G. Mengontrol
Agresivitas Penonton
Pengendalian
agresivitas tidak hanya dilakukan pada atlet saja tetapi dapat dilakukan pada
penonton. Berikut adalah beberapa strategi umum untuk mengendalikan agresivitas
penonton.
a. Mengembangkan
kebijakan pengendalian yang ketat tentang alcohol dan larangan minuman keras
bagi penonton di dalam kompetensi olahraga.
b. Memberikan
hukuman bagi penonton yang bertindak agresif misalnya, segera mengusir penonton
keluar, hentikan agresif secepat mungkin kemudian informasikan kepada penonton
yang lain bahwa tidak akan memberikan toleransi kepada perilaku agresif dalam
kompetensi.
c. Mempekerjakan
petugas keamanan, misalnya menghimpun untuk tidak akan mentolerir agresivitas
penonton saat dilapangan.
d. Mengimformasikan
tidak ada toleransi pelati bagi pelatih yang agresif.
e. Melakukan
kerja sama dengan media dalam mensosialisaikan dan tidak membenarkan tindakan
agresif.
BAB III
Simpulan dan saran
Semua orang mengerti
bahwa tindakan agresif, adalah tindakan yang tidak terpuji, maka orany yang
memiliki keperibadian yang kuat tidak mudah untuk dipengaruhi untuk berbuat
agresif. Mereka yang mengalami “emotional enstability“ atau
ketidakstabilan emosi, karena perasaan marah dan perasaan negatif lainnya mudah
dipengaruhi, dan mudah mendominasi perasaan yang lainnya. Individu yang
memiliki emotional instability yang tidak mudah marah, mudah
benci, mudah kecewa, mudah bingung, mudah kesal, dsb. Karena emosinya mudah
terombang ambing, maka gejala emosional tersebut akan mengganggu fungsi jiwa
yang lain. Sebagaimana diketahui bahwa jiwa kita merupakan kesatuan yang
organis, dimana sumber kemampuan jiwa yang satu dapat mempengaruhi sumber
kemampuan jiwa yang lain. Karena itu goncangan emosional akan mempengaruhi
pertimbangan akal, sehingga individu tersebut akan bertindak tidak sesuai
dengan akal sehat.
Individu yang
menunjukkan gejala kematangan emosional atau “emotional maturity ”
dapat meredam goncangan-goncangan emosional sehingga dapat tenang, dan dapat
menjalankan fungsi akalnya dengan baik.Secara umum, individu yang memiliki
kemarahan tinggi tiga kali lebih mungkin untuk mengembangkan angina atau
serangan jantung dibandingkan orang yang memiliki kemarahan rendah, bahkan
setelah pengaruh berisiko seperti faktor genetik, alkohol, berat badan, kolesterol,
hipertensi dan merokok diperhitungkan pada rendah -kemarahan individu. Hal ini
mencerminkan pengalaman banyak psikolog dan dokter yang menemukan korelasi
langsung antara risiko kesehatan secara keseluruhan dan kemarahan intens.
Secara umum, individu yang memiliki sikap bermusuhan berisiko tinggi menderita
penyakit lain juga. Hal ini terjadi karena alasan seperti kesenangan untuk
perilaku berisiko dan peningkatan aktivitas biologis ketika sangat marah dan
mengalami dukungan sosial yang rendah.
Suasana kompetisi dan
kelas pendidikan jasmani dan olahraga kerap kali menjadi media potensial yang
mendorong perilaku terjadinya perilaku agresif. Perilaku ini dalam kadar yang
sesuai sangat perlu dimiliki oleh para pemain untuk dapat memenangkan
pertandaingan misalnya pertnadingan sepak bola, tinju dan lain-lain. Tetapi
jika berlebihan dan tidak terkendali dapat menjurus pada tindakan-tindakan yang
tidak diinginkan, berbahaya, mencederai lawan, melanggar peraturan, tidak fair
play, bahkan dapat berakibat fatal. Tindakan agresif tidak sama peluangnya pada
setiap cabang olahraga dan setiap atlet.
Beberapa rekomendasi untuk upaya
mengendalikan agresifitas antara lain :
a) Teknik
time out.
b) Memberikan
pemahaman dan contoh perilaku non agresif sebagai metode konstruktif untuk
memecahkan masalah.
c) Menciptakan
atau mendesain lingkungan belajar atau lingkungan latihan yang kondusif.
d) Memberikan
latihan empati.
Daftar Pustaka
Husdarta, (2010) Psikologi
Olahraga,Bandung : Alfabeta
Cox H. Richard,
(1985) Sport Psychology, Concepts and Aplication, Iowa:
W.Mc. Brown,Publishers Dubuque
Mylsidayu Apta,
(2014) Psikologi olahraga: Bumi aksara
Terimakasih, materi ini sangat membantu
BalasHapusThank you ��
BalasHapus